Bab 111
Bab 111
Bab 111
Dalam sekejap.
Samara terdorong karena kehilangan keseimbangan.
Tubuhnya jatuh tepat ke pelukan Asta.
Asta yang tersandung, juga terdorong dan terduduk di toilet, sedangkan Samara duduk tepat pada pangkuannya.
Kejadian ini…..
Terjadi dalam sekejap mata.
Jantung Samara berdegup kencang, seolah jantungnya akan melompat keluar.
Kenapa Asta membuka pintu pada saat itu?
Yang paling penting, bukankah posisinya saat ini sedikit memalukan?
Seperti hanya….selangkah lagi dari api. NôvelDrama.Org © 2024.
“Kamu jangan bergerak…saya bisa sendiri…” Samara menahan rasa malunya dan berkata dengan suara kecil.
Tapi pada saat Samara hendak bangkit dari pangkuan Asta, tangan pria itu malah melingkari pinggangnya, dia ingin mempertahankan posisi ini.
Samara tidak bisa berdiri, dan hanya bisa duduk berhadapan dengannya.
Dan….dia dapat merasakan….perubahan pada bagian tertentu dari tubuh pria ini.
Suara Samara bergetar karena marah : “Asta, kamu….jangan keterlaluan!”
“Keterlaluan, siapa yang keterlaluan? Kamu sendiri yang menjatuhkan diri kedalam pelukanku…..”
Samara tersentak.
“Saya bukan saya.”
“Lantas saya yang memelukmu dan mendudukkanmu pada pangkuanku?” mata tajam Asta menyipir, wajahnya terlihat santai : “Seperti itu kah?”
Samara udak bisa inengatakan apapun pada Asta, dia hanya bisa menjadikan lukanya sebagai alasan
“Kamu menyenai lukaku.”
Asta tidak melepaskan pelukannya, dan terus bertanya: “Karena kamu sudah bangun, mari kita lanjutkan pembahasan mengenai kekasih masa kecilmu itu.”
“Kekasih masa kecil?”
“Tidak mau memberitahu?”
“Asta, saya tidak tahu apa yang sedang kamu bicarakan.”
Samara sengaja berlagak bodoh, Asta tidak marah, malah sebaliknya sudut bibirnya terangkat dan dia tersenyum sinis.
Detik selanjutnya……
Lengan pria itu melingkari pinggangnya dan menariknya lebih dekat.
Gerakan itu membuat lekuk tubuh kedua orang itu menempel tanpa celah sedikitpun.
Panas dan keras….adalah sesuatu yang tidak familiar untuk Samara.
Kecuali malam itu, enam tahun lalu….
Selain itu dia tidak memiliki pengalaman lain.
Dan ini…benar-benar mengagetkannya!
“Kamu…
mau memberitahu atau tidak?”
Samara mengangkat kepalanya dan merasakan tatapan mendominasi dan mengejek dari mata tajam Asta.
Dia sengaja!
Dia menggunakan cara seperti ini untuk menginterogasinya!
Dalam ruang yang sempit dan ketat seperti ini, dia tidak berani bertaruh.
Kalau dia terus bersikeras melawan Asta, maka pria itu bisa saja benar-benar berubah menjadi binatang buas dan menghabisinya di tempat, tanpa menghiraukan luka yang ada pada tubuhnya.
“Hm?” kesabaran pria itu tampaknya berangsur-angsur hilang.
Samara seperti bola yang kempes, lalu berkata dengan cemberut : “Seorang adik yang berusia dua tahun lebih muda dariku, kami tumbuh besar bersama…. dia adalah pemuda yang baik, lagipula saya memiliki sepasang putra, orang hanya menganggapku seperti kakaknya saja.”
“Lalu kamu?”
“Ada apa denganku?”
Asta mendesak : “Lalu bagaimana kamu memandangnya?”
“Seperti seorang adik.” Samara berhenti sejenak lalu melanjutkan : “Kalau saya memang menyukainya, saya pasti sudah menjadi pacarnya sejak dulu, dan bukan menjadi kakaknya seperti sekarang ini….”
Jacob, pemuda yang sempurna itu …..
Sejak Samara kehilangan keperawanannya enam tahun lalu, dia sudah tidak memiliki hak untuk menjadi siapa-siapanya Jacob.
Dan pada saat itu….
Asta baru merasa puas dengan jawaban Samara dan tersenyum.
“Asta, kenapa kamu tersenyum?”
“Senang.” Mata tajam Asta penuh dengan kasih sayang : “Meskipun kamu belum menyukaiku, setidaknya di hatimu tidak ada orang lain.”
Pria ini….
Kenapa mengatakan hal seperti ini padanya?
Seolah-olah perasaannya terhadap dirinya sudah berakar, dan seolah-olah hanya dia satu-satunya wanita di dunia ini!
“Tok tok…”
Tiba-iba terdengar suara ketukan pintu dari luar.
“Ibu, apa ibu didalam? Saya dan kakak datang menjengukmu!”
“Saya akan membuka pintunya ya!”
Samara, yang duduk dalam pangkuan Asta, mengerang dalam hati.
Yang datang tidak hanya satu, tapi malah kedua bocah itu.