Bab 21
Rab 21 Sebuah panggilan yang sudah lama tidak terdengar ini membuat Selena terdiam hingga lupa bereaksi
Entah berapa banyak alkohol yang diminum Harvey hingga menjadi sangat mabuk, seolah tidak terjadi apa—apa di antara keduanya, Harvey kebiasaan memeluk Selena.
Saat dipeluk, Selena merasakan pelukan hangat dan familier yang berdampak besar baginya. Dia berusaha tetap sadar dan mencoba mendorongnya, tetapi Harvey malah mengambil tangannya dan menciumnya. Bibirnya yang hangat menyentuh punggung tangannya dengan lembut, dan dia bergumam, ” Sayang, kamu dari mana saja? Aku sudah lama mencarimu.”
Karena tidak bisa menahannya, air mata Selena pun mengalir sangat deras.
Sambil menahan kesedihannya, dia berkata, “Bukankah kamu sendiri yang mengusirku?”
*Asal bicara saja.” Harvey memeluknya lebih erat dan memberikan ciuman berbau alkohol di belakang telinganya, “Orang yang paling aku cintai dalam hidupku adalah kamu, bagaimana mungkin aku rela mengusirmu?” jelasnya.
Selena pun mendorongnya dan bertanya, “Harvey, lihat baik—baik siapa aku!”
Lampu di dalam kamar tidak dinyalakan dan gorden tidak ditarik. Dengan cahaya redup dari halaman yang menyinari wajah Selena, Harvey melihat matanya berkaca—kaca.
“Sayang, kamu mengantuk?”
Harvey membungkuk, perlahan mencium air matanya dan berbisik, “Seli, jangan menangis, aku akan menghajar siapa pun yang mengganggumu!”
Perkataan yang kekanak-kanakan membuat air mata Selena mengalir semakin deras. Dia tidak tahu berapa banyak alkohol yang diminum Harvey sampai bisa mabuk seperti ini?
Sedikit pun kesadaran yang dimiliki Harvey, dia pasti tidak akan lupa dengan dendamnya, apalagi berbicara kekanak-kanakan dengan Selena.
Selena menyandarkan kepalanya ke dalam pelukannya, terisak, dan bertanya dengan suara gemetar, “Harvey, kalau aku mati, apa yang akan kamu lakukan?”
“Kamu asal bicara lagi, mana mungkin kamu mati?”
“Semua orang pasti akan mati. Nggak ada yang bisa menghindar dari kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian.” 1/2
“Kalau begitu aku akan mati bersamamu.”
Sambil menarik pakaian Harvey, Selena tersenyum tak berdaya, “Kamu yang asal bicara. Mungkin kamu akan menyalakan kembang api dan menikahi orang lain begitu aku mati,” ujarnya.
Mendengar hal itu, Harvey merasa tidak senang dan segera berdiri, meraih tangan Selena,
kemudian meletakkannya di dadanya. Dengan telanjang dada, tangan Selena menempel pada kulit kencang dan tubuh Harvey yang berotot.
“Dug dug dug.”
Jantungnya berdebar sangat kencang.
Perkataan Harvey yang sangat serius walaupun dalam keadaan mabuk itu terdengar dari atas kepalanya.
“Dengar nggak? Dia berdetak karena kamu ... kalau kamu mati, dia juga akan mati.”
“Aku dengar,” angguk Selena dengan berlinang air mata. 1
Tangan Harvey yang perlahan turun ke pinggang membuat Selena kaget hingga gemetaran, dan kemudian tubuh Harvey menempel padanya. 1
Ciuman berbau alkohol yang sangat intim bahkan menghilangkan ketidakpeduliannya yang biasanya sepenuhnya. 1
“Seli, ayo
Anak....
kita punya anak.”This content belongs to Nô/velDra/ma.Org .
Air mata Selena mengalir semakin deras.
18
Merasakan tubuh Selena yang gemetaran, Harvey kaget dan buru—buru menyeka air mata Selena, Seli, jangan menangis. Nggak, aku nggak mau punya anak, aku cuma ingin kamu baik—baik saja, jangan menangis,” ucapnya.
Sembari memeluk Selena erat-erat, dia merasakan tubuh Selena yang gemetaran tanpa henti, dan menenangkannya berulang kali dengan sabar.
Sementara Selena menarik pakaiannya erat-erat, menyandarkan kepalanya di dadanya hingga air mata membasahi baju Harvey, dan dia memanggil nama Harvey dengan pelan, “Harvey, Harvey